PENGERTIAN POPULASI
DAN SAMPEL DALAM PENELITIAN
Populasi adalah keseluruhan subyek
penelitian. Apabila seseorang ingin meneliti semua elemen yang ada dalam
wilayah penelitian, maka penelitiannya merupakan penelitian populasi atau studi
populasi atau study sensus (Sabar, 2007).
Sedangkan menurut Sugiyono pengertian
populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: obyek/subyek yang
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti
untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono,2011:80).
Jadi populasi bukan hanya orang tapi
juga obyek dan benda-benda alam yang lain. Populasi juga bukan sekedar jumlah
yang ada pada obyek/subyek yang dipelajari, tetapi meliputi karakteristik/sifat
yang dimiliki oleh subyek atau obyek itu.
Penelitian sample baru boleh di
laksanakan apabila keadaan subyek di dalam populasi benar-benar homogen
Kita melakukan penelitian sampel dari
pada melakukan penelitian populasi karna penelitian sampel memiliki beberapa
keuntungan, yaitu:
1. Karna menghemat dari segi waktu, tenaga
dan biaya karna subyek penelitian sample relative lebih sedikit di banding
dengan study populasi
2. Di banding dengan penelitian populasi
penelitian sample lebih baik karna apabila penelitian populasi terlalu besar
maka di khawatirkan ada yang terlewati dan lebih merepotkan
3. Pada penelitian populasi akn terjadi
kelelahan dalam pencatatan dan analisisnya
4. Dalam penelitian populasi sering
bersifat destruktif
5. Adakalanya penelitian populasi tidak
lebih baik di laksanakan karna terlalu luas populasinya.
Pengertian dari sampel adalah sebagian
dari subyek dalam populasi yang diteliti, yang sudah tentu mampu secara
representative dapat mewakili populasinya (Sabar,2007).
Menurut Sugiyono sampel adalah bagian
atau jumlah dan karakteritik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Bila
populasi besar, dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada
populasi, missal karena keterbatan dana, tenaga dan waktu, maka peneliti akan
mengambil sampel dari populasi itu. Apa yang dipelajari dari sampel itu,
kesimpulannya akan diberlakukan untuk populasi. Untuk itu sampel yang diambil
dari populasi harus betul-betul representative (Sugiyono,2011).
Ada empat parameter yang bisa dianggap
menentukan representativeness sampel (sampel yang benar-benar mencerminkan
populasinya), yaitu:
1. Variabilitas populasi
Variabilitas populasi merupakan hal yang
sudah “given”, artinya peneiti harus menerima sebagaimana adanya, dan tidak
dapat mengatur atau memanipulasinya.
2. Besar sampel
Makin besar sampel yang diambil akan
semakin besar atau tinggi taraf representativeness sampel tersebut. Jika
populasinya homogen secara sempurna, besarnya sampel tidak mempengaruhi tarag
representativeness sampel.
3. Teknik penentuan sampel
Makin tinggi tingkat rambang dalam penentuan
sampel, akan makin tinggi pula tingkat representativeness sampel.
4. Kecermatan memasukkan ciri-ciri
populasi dalam sampel.
Makin lengkap ciri-ciri populasinya yang
dimasukkan ke dalam sampel, akan makin tinggi tingkt representativeness sampel.
DAFTAR PUSTAKA
Rutoto, Sabar. 2007. Pengantar
Metedologi Penelitian. FKIP: Universitas Muria Kudus
Sugiyono. 2011. Metode
Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: AFABETA, cv.
TEKNIK SAMPLING
Teknik sampling adalah merupakan teknik
pengambilan sampel. Untuk sampel yang akan digunakan dalam penelitian, terdapat
berbagai teknik sampling yang dikelompokkan menjadi dua yaitu Probability
sampling dan Nonprobability sampling (Sugiyono,2011).
Probability Sampling
Probability sampling adalah merupakan
teknik pengambilan sampel yang memberikan peluang yang sama bagi setiap unsur
(anggota) populasi untuk dipilih untuk menjadi anggota sampel. Teknik ini
antara lain sebagai berikut:
1. Simple random sampling
Dikatakan simple (sederhana) karean
pengmbilan sampel dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada
pada populasi itu. Cara demikian dilakukan bila anggota populasi dianggap
homogen.
2. Proportionate stratified random
sampling
Teknik ini digunakan bila populasi
mempunyai anggota /unsur yang tidak homogen dan berstrata secara proposional
3. Disproportionate stratified random
sampling
Teknik ini digunakan untuk menentukan
jumlah sampel, bila populasi berstrata tetapi kurang proposional.
4. Cluster sampling (Area sampling)
Teknik
sampel daerah digunakan untuk menentukan sampel bila obyek yang akan diteliti
atau sumber data sangat luas, misal penduduk dari suatu Negara, provinsi atau
kabupaten. Untuk menentukan penduduka mana yang akan dijadikaan sumber data,
maka pengambilan sampelnya didasarkan daerah populasi yang telah ditentukan.
Teknik sampling daerah ini sering digunakan melalui dua tahap, yaitu tahap pertama menentukan sampel daerah, dan tahap berikutnya menentukan orang-orang yang ada di daerah itu sacara sampling juga.
Teknik sampling daerah ini sering digunakan melalui dua tahap, yaitu tahap pertama menentukan sampel daerah, dan tahap berikutnya menentukan orang-orang yang ada di daerah itu sacara sampling juga.
Nonprobability Sampling
Nonprobability sampling adalah teknik
pengambilan sampel yang tidak memberi peluang/kesempatan sama bagi setiap
unsure atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel. Tekniknya antara
lain sebagi berikut:
1. Sampling Sistematis
Sampling sistematis adalah teknik
pengambilan sampel berdasarkan urutan dari anggota populasi yang telah diberi
nomor urut.
2. Sampling Kuota
Sampling kuota adalah teknik untuk
menetukan sampel dari populasi yang mempunyai ciri-ciri tertentu sampai jumlah
(kuota) yang diinginkan. Bila pada pengambilan sampel dilakukan secara kelompok
maka pengambilan sampel dibagi rata sampai jumlah (kuota) yang diinginkan.
3. Sampling Insidental
Sampling Insidental dalah teknik
penentuan sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang secara
kebetulan/incidental bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel,
bila dipandang orang yang kebetulan ditemui itu cocok sebagai sumber data.
4. Sampling Purposive
Sampling purposive adalah teknik
penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu. Sampel ini lebih cocok untuk
penelitian kualitatif, atau penelitian-penelitian yang tidak melekukan
generalisasi.
5. Sampling Jenuh
Sampling jenuh adalah teknik penentuan
sampel bila anggota populasi digunakan sebagai sampel. Hal ini sering dilakukan
bila jumlah populasi relative kecil, kurang dari 30 orang, atau penelitian yang
ingin membuat generalisasi dengan kesalahan yang sangat kecil. Istilah lain
sampling jenuh adalah sensus, dimana semua anggota populasi dijadikan sebagai sampel.
6. Snowball Sampling
Snowball sampling dalah teknik penentuan
sampel yang mula-mula jumlahnya kecil, kemudian membesar. Ibarat bola salju
yang menggelinding yang lama-lama menjadi besar. Dalam penetuan sampel
pertama-tama dipilih satu atau dua orang, tetapi karena dengan dua orang ini
belum merasa lengkap terhadap data yang diberikan, maka peneliti mencarai orang
lain yang dipandang lebih tahu dan dapat melengkapi data yang diberikan oleh
dua orang sebelumnya. Begitu seterusnya, sehingga jumlah sampel semakin banyak.
Sugiyono.
2011. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D.
Bandung: AFABETA, cv.
Pelaksanaan penelitian selalu berhadapan
dengan objek yang diteliti atau yang diselidiki. Objek tersebut dapat berupa
manusia, hewan, tumbuhan, benda mati, dsb. Dalam melakukan penelitian,
kadang-kadang penelitiannya melakukannya terhadap seluruh objek (sensus),
tetapi sering juga peneliti hanya mengambil sebagian saja dari seluruh objek
tsb (survey). Meskipun penelitian hanya mengambil sebagian dari seluruh
objek yang diteliti, tetapi hasilnya dapat mewakili atau mencakup seluruh objek
yang diteliti.
Keseluruhan objek penelitian atau objek
yang diteliti tersebut adalah populasi penelitian atau universe. Sedangkan
sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap
mewakili seluruh populasi ini disebut “sampel penelitian”. Dalam mengambil
sampel penelitian ini digunakan cara atau teknik – teknik tertentu, sehingga
sampel tersebut sedapat mungkin mewakili populasinya. Teknik ini biasa disebut
“teknik sampling”. Dalam penelitian survey, teknik sampling ini sangat penting
dan perlu diperhatikan mask – masak. Sebab teknik pengambilan sampel tang baik
akan mempengaruhi validitas hasil penelitian tersebut.
Alasan kita mengambil metode sampling
(pengambilan sampel dalam statistic ) :
a. Ukuran populasi
Ada populasi terhingga dan ada tak
terhingga, dalam praktek, populasi terhingga sering dianggap sebagai populasi
tak hingga, jika didalamnya sudah cukup telalu banyak anggota atau objek.
Ambillah popuasi berukuran 5 miliyar objek. Partisikan mencatat segala
karakteristik ke-5 milyar obyek tersebut
b. Masalah Biaya
Makin banyak objek yang diteliti maka
makin banyak pula biaya yangdiperlukan. Bagaimanapun juga jika hanya tersedia
biaya terbatas, sampling satu-satunya pilihan, terkecuali jika ukuran populasi
sedikit sekali sehingga dengan biaya tersebuit sensus bisa dilaksanakan. Biaya
bukan hanya untuk pengambilan data tetapi juga untuk analisis, diskusi,
perhitungan – perhitungan, gaji ahli dan sebagainya.
c. Masalah Waktu
Sensus memerlukan waktu lebih lama
dibandingkan dengan sampling. Dengan demikian sampling dapat memberikan data
lebih cepat.
d. Percobaan yang Sifatnya
Merusak.
Jika penelitian terhadap objek yang
sifatnya merusak, maka jelas sampling harus dilakukan. Tidak mungkin sensus
dilakukan untuk mengetahui kekuatan daya ledak bom yang dihasilkan, kemanjuran
obat yang baru dihasilkan, keadaan darah seorang pasien. Kalau semua bom dicoba
adakah yang tersisa untuk keperluan perang? Jika darah pasien semuanya
dikeluarkan untuk diperiksa adakah orang yang bersedia untuk diperlukan
demikian?
e. Masalah Ketelitian/ hasil
akurat
Salah satu segia agar kesimpulan cukup
dapat dipertanggung jawabkan ialah masalah ketelitian. Data harus benar dan
pengumpulannya harus dilakukan dengan benar dan teliti. Demikian pula
pencatatan. Pengalaman menyatakan bahwa makin banyak obyek yang harus diteliti,
makin kuran ketelitian yang dihasilkan. Petugas, peneliti, dan pencacah akan
menjadi merasa bosan untuk melakukan tugas yang itu-itu juga yang jumlahnya
sangat banyak.
f. Factor Ekonomis
Diartikan apakah kegunaan dari hasil
penelitian sepadan dengan biaya, waktu, dan tenaga yang dikeluarkan untuk itu
ataukah tidak. Jika tidak mengapa harus dilakukan sensus?
Factor yang berpengaruh pada pengambilan
sampel:
a. Batasan Populasi
Suatu populasi menunjukan pada
sekelompok subjek yang menjadi objek atau sasaran penelitian. Apabila tidak
dilakukan penelitian terhadap populasi, maka kesimpulan yang ditarik dari hasil
penelitian, maka kesimpulan yang ditarik dari hasil penelitian tidak
menggambarkan atau mewakili seluruh populasi. Tanpa pembatasan yang jelas
anggota populasi, kita tidak memperoleh sampel yang representative. OKI dalam
penelitian apapun populasi tersebut harus dibatasi, misalnya satu wilayah
kelurahan, kecamatan, atau kabupaten, kelompok umur +3, penyakit +3, dan
sebagainya. Perlu diingat disini ialah bahwa nilai suatu hasil penelitian bukan
ditentukan oleh besar kecilnya suatu populasi, melainkan oleh bagaimana
peneliti menggunakan dasar pengambilan kesimpulan atau teknik sampling.
b. Mendaftar seluruh unit yang
menjadi anggota populasi.
Seluruh unit yang menjadi anggota
populasi dicatat secara jelas, sehingga dapat diketahui unit yang termasuk pada
populasi dan unit mana yang tidak.
c. Menentukan sampel yang akan
dipilih
d. Menentukan teknik sampel
Prosedur pangambilan sampel
a.
Menentukan tujuan penelitian
b.
Menentukan populasi penelitian
c.
Menentukan jenis data yang diperlukan
d.
Menentukan teknik sampling
e.
Menentukan unit sample yang diperlukan
f.
Menentukan besarnya sampel/ sampel size
g.
Memilih sampel
Penyimpangan hasil yang didapat dari
pengambilan sampel dapat terjadi:
a.
Sampling error, sebenarnya hal ini bukanlah kesalahan
benar-benar kesalahan tetapi adalah variasi dari konsekuensi pengambilan
sampel. Maksudnya bahwa setiap sampel yang akan diambil dari suatu populasi
akan berdistribusi sekitar nilai populasi.
b.
Non sampling error, maksudnya adalah error yang bukan
karena sample tetapi disebabkan pelaksanaan dalam pengambilan sampel sampai
analisisnya, yaitu pada saat perencanaan, pelaksanaan, pengolahan, analisis,
dan interpretasi.
Prinsip dasar perhitungan besar sampel,
tergantung pada :
a.
Biaya yang tersedia, waktu serta tenaga yang akan
melaksanakan
b.
Variasi yang ada dalam variable yang akan diteleti serta
banyaknya variable yang akan diamati
c.
Presisi, ketepatan yang dikehendaki, makin besar sampel
kemungkinan akan lebih tepat menggambarkan populasinya. Ini juga sampai batas
t3, karena makin besar sampel kemungkinan membuat keslahan pada saat pengukuran
juga akan menjadi besar (error meningkat)
d.
Rencana analisis, kalau analisis hanya manual tidak
mungkin menganalisis data yang banyaka sekali.
Pada
postingan kali ini saya akan membahas mengenai macam-macam tipe sampling, ada 4
macam tipe sampling, diantaranya adalah Sampel yang dipilih melalui
pertimbangan kemudahan (Convienience Sampling), sampel yang di ambil dengan
maksud ataupun tujuan tertentu (Purposive Sampling), sampel dengan acak
sederhana (Simple Random), sampel dengan 2 kali seleksi sampel secara acak
(Complex Random).
1. Convenience Sampling
Pada
Convenience Sampling dalam memilih sampel, peneliti tidak mempunyai
pertimbangan lain kecuali berdasarkan kemudahan saja. Seseorang diambil sebagai
sampel karena kebetulan orang tadi ada di situ atau kebetulan dia mengenal
orang tersebut.
Contoh:
Tempat iklan dalam surat kabar. Maka sample yang diambil adalah mereka
yang menghubungi secara sukarelawan untuk berpartisipasi. Orang-Orang yang
berada pada suatu organisasi yang diamati Orang-orang yang dianggap senior pada
pusat lokal yang diamati.
2. Purposive Sampling
Sesuai dengan namanya, sampel diambil dengan maksud atau tujuan
tertentu. Seseorang atau sesuatu diambil sebagai sampel karena peneliti
menganggap bahwa seseorang atau sesuatu tersebut memiliki informasi yang
diperlukan bagi penelitiannya.Contoh :
Pada sebuah perusahan terdapat pegawai laki-laki 60% dan perempuan
40% . Jika seorang peneliti ingin mewawancari 30 orang pegawai dari kedua jenis
kelamin tadi maka dia harus mengambil sampel pegawai laki-laki sebanyak 18
orang sedangkan pegawai perempuan 12 orang.Dan pengambilan
sampel ini berdasarkan tujuan.
3. Sample Random
Cara atau teknik ini dapat dilakukan jika analisis penelitiannya
cenderung deskriptif dan bersifat umum. Perbedaan karakter yang mungkin ada
pada setiap unsur atau elemen populasi tidak merupakan hal yang penting bagi
rencana analisisnya.
Contoh:
memilih 30 orang sampel dari komunitas yang beranggotakan 100
orang, dengan teknik simple random sampling maka setiap orang pada komunitas
tersebut memilki peluang yang sama untuk menjadi satu dari 30 sampel yang
dipilih.
4 . Complex Random
Sampel ini sangat sesuai untuk menganalisis sistem pada beberapa
sampling, diantaranya Systematic Random Sampling, Cluster Sampling,
Stratified Sampling, Double Sampling (2 kali seleksi sampel).
a. Systematic Random Sampling
Pengambilan sampel secara random sistematik (systematic random sampling) dilakukan dengan membagi populasi sebanyak n bagian dan mengambil sebuah sampel pada masing-masing bagian dimulai dari bagian pertama secara random. Misalnya jumlah populasinya sebanyak 75 buah dan akan diambil sampel sebanyak 25 buah. Masing-masing bagian akan terdiri dari 3 buah. Misalkan angka random yang terpilih untuk mengambil sampel pertama adalah 2, maka sampel berikutnya adalah nomor 5, 8, 11, … dan seterusnya sampai nomor 74 sebanyak 25 buah sampel.
Pengambilan sampel secara random sistematik (systematic random sampling) dilakukan dengan membagi populasi sebanyak n bagian dan mengambil sebuah sampel pada masing-masing bagian dimulai dari bagian pertama secara random. Misalnya jumlah populasinya sebanyak 75 buah dan akan diambil sampel sebanyak 25 buah. Masing-masing bagian akan terdiri dari 3 buah. Misalkan angka random yang terpilih untuk mengambil sampel pertama adalah 2, maka sampel berikutnya adalah nomor 5, 8, 11, … dan seterusnya sampai nomor 74 sebanyak 25 buah sampel.
b. Cluster Sampling
Pengambilan sampel secara Cluster (cluster sampling) dilaku¬kan dengan membagi populasi menjadi beberapa grup bagian. Grup bagian ini disebut dengan cluster. Beberapa cluster kemudian dipilihi secara random. Item-tem data yang berada di dalam cluster yang terpilih merupakan sampelnya. Pengambilan cluster baik untuk sampel yang homogen antara kluster-klusternya dan heterogern antara item-item di dalam klusternya
Pengambilan sampel secara Cluster (cluster sampling) dilaku¬kan dengan membagi populasi menjadi beberapa grup bagian. Grup bagian ini disebut dengan cluster. Beberapa cluster kemudian dipilihi secara random. Item-tem data yang berada di dalam cluster yang terpilih merupakan sampelnya. Pengambilan cluster baik untuk sampel yang homogen antara kluster-klusternya dan heterogern antara item-item di dalam klusternya
c. Stratified Sampling
Pengambilan sampel secara strata (stratified sampling), dilakukan dengan membagi populasi menjadi beberapa subpopulasi: atau strata dan kemudian pengambilan sampel random sederhana dapat dilakukan di dalam masing-masing strata. Strata dapat berupa karakteristik tertentu (misalnya jenis industri, besarnya asset, dsb.)
Pengambilan sampel secara strata (stratified sampling), dilakukan dengan membagi populasi menjadi beberapa subpopulasi: atau strata dan kemudian pengambilan sampel random sederhana dapat dilakukan di dalam masing-masing strata. Strata dapat berupa karakteristik tertentu (misalnya jenis industri, besarnya asset, dsb.)
d. Double Sampling (2 kali seleksi
sampel)
Double sampling atau sequential sampling atau multiphase sampling rupakan metoda sampling yang mengumpulkan sampel dengan dasar sampel yang ada dan dari informasi yang diperoleh digunakan untuk mengambil sampel berikutnya. Misalnya data responden dapat dikumpulkan dari mail survey dan secara random dipilih beberapa untuk diinterview lebih detail sesuai dengan kriteria tertentu.
Double sampling atau sequential sampling atau multiphase sampling rupakan metoda sampling yang mengumpulkan sampel dengan dasar sampel yang ada dan dari informasi yang diperoleh digunakan untuk mengambil sampel berikutnya. Misalnya data responden dapat dikumpulkan dari mail survey dan secara random dipilih beberapa untuk diinterview lebih detail sesuai dengan kriteria tertentu.
Cara Menentukan Ukuran sampel
Menurut Roscoe (1975) dalam Uma Sekaran (1992) memiliki cara atau
pedoman penentuan jumlah/ukuran sampel sebagai berikut :
1. Sebaiknya ukuran sampel di antara 30 s/d 500 elemen
2. Jika sampel dipecah lagi ke dalam subsampel (laki/perempuan,
SD?SLTP/SMU, dsb), jumlah minimum subsampel harus 30
3. Pada penelitian multivariate (termasuk analisis regresi
multivariate) ukuran sampel harus beberapa kali lebih besar (10 kali) dari
jumlah variable yang akan dianalisis.
4. Untuk penelitian eksperimen yang sederhana, dengan pengendalian
yang ketat, ukuran sampel bisa antara 10 s/d 20 elemen.
Sedangkan menurut Krejcie dan Morgan (1970) dalam Uma Sekaran
(1992) menentukan ukuran/jumlah sampel yaitu dengan membuat daftar. Sebagai
informasi lainnya, Champion (1981) mengatakan bahwa sebagian besar uji
statistik selalu menyertakan rekomendasi ukuran sampel. Dengan kata lain,
uji-uji statistik yang ada akan sangat efektif jika diterapkan pada sampel yang
jumlahnya 30 s/d 60 atau dari 120 s/d 250. Bahkan jika sampelnya di atas 500,
tidak direkomendasikan untuk menerapkan uji statistik.
LANGKAH-LANGKAH PENGAMBILAN SAMPELSyarat sampel yang baik
Secara umum, sampel yang baik adalah yang dapat mewakili sebanyak
mungkin karakteristik populasi. Dalam bahasa pengukuran, artinya sampel harus
valid, yaitu bisa mengukur sesuatu yang seharusnya diukur. Kalau yang ingin
diukur adalah masyarakat Sunda sedangkan yang dijadikan sampel adalah hanya
orang Banten saja, maka sampel tersebut tidak valid, karena tidak mengukur
sesuatu yang seharusnya diukur (orang Sunda). Sampel yang valid ditentukan oleh
dua pertimbangan.
Pertama : Akurasi atau
ketepatan , yaitu tingkat ketidakadaan “bias”
(kekeliruan) dalam sample. Dengan kata lain makin sedikit tingkat kekeliruan
yang ada dalam sampel, makin akurat sampel tersebut. Tolok ukur adanya “bias”
atau kekeliruan adalah populasi.
Cooper dan Emory (1995) menyebutkan bahwa “there is no systematic variance”
yang maksudnya adalah tidak ada keragaman pengukuran yang disebabkan karena
pengaruh yang diketahui atau tidak diketahui, yang menyebabkan skor cenderung
mengarah pada satu titik tertentu. Sebagai contoh, jika ingin mengetahui
rata-rata luas tanah suatu perumahan, lalu yang dijadikan sampel adalah rumah
yang terletak di setiap sudut jalan, maka hasil atau skor yang diperoleh akan
bias. Kekeliruan semacam ini bisa terjadi pada sampel yang diambil secara
sistematis
Contoh systematic variance yang banyak ditulis
dalam buku-buku metode penelitian adalah jajak-pendapat (polling) yang
dilakukan oleh Literary Digest
(sebuah majalah yang terbit di Amerika tahun 1920-an) pada tahun 1936. (Copper
& Emory, 1995, Nan lin, 1976). Mulai tahun 1920, 1924, 1928, dan tahun 1932
majalah ini berhasil memprediksi siapa yang akan jadi presiden dari calon-calon
presiden yang ada. Sampel diambil berdasarkan petunjuk dalam buku telepon dan
dari daftar pemilik mobil. Namun pada tahun 1936 prediksinya salah. Berdasarkan
jajak pendapat, di antara dua calon presiden (Alfred M. Landon dan Franklin D.
Roosevelt), yang akan menang adalah Landon, namun meleset karena ternyata
Roosevelt yang terpilih menjadi presiden Amerika.
Setelah diperiksa
secara seksama, ternyata Literary Digest
membuat kesalahan dalam menentukan sampel penelitiannya . Karena semua sampel
yang diambil adalah mereka yang memiliki telepon dan mobil, akibatnya pemilih
yang sebagian besar tidak memiliki telepon dan mobil (kelas rendah) tidak
terwakili, padahal Rosevelt lebih banyak dipilih oleh masyarakat kelas rendah
tersebut. Dari kejadian tersebut ada dua pelajaran yang diperoleh : (1),
keakuratan prediktibilitas dari suatu sampel tidak selalu bisa dijamin dengan
banyaknya jumlah sampel; (2) agar sampel dapat memprediksi dengan baik
populasi, sampel harus mempunyai selengkap mungkin karakteristik populasi (Nan
Lin, 1976).
Kedua : Presisi. Kriteria kedua sampel yang baik adalah memiliki tingkat presisi
estimasi. Presisi mengacu pada persoalan sedekat
mana estimasi kita dengan karakteristik
populasi. Contoh : Dari 300 pegawai produksi, diambil sampel 50 orang.
Setelah diukur ternyata rata-rata perhari, setiap orang menghasilkan 50 potong
produk “X”. Namun berdasarkan laporan harian, pegawai bisa menghasilkan produk
“X” per harinya rata-rata 58 unit. Artinya di antara laporan harian yang
dihitung berdasarkan populasi dengan hasil penelitian yang dihasilkan dari
sampel, terdapat perbedaan 8 unit. Makin kecil tingkat perbedaan di antara
rata-rata populasi dengan rata-rata sampel, maka makin tinggi tingkat presisi
sampel tersebut.
Belum pernah ada
sampel yang bisa mewakili karakteristik populasi sepenuhnya. Oleh karena itu dalam
setiap penarikan sampel senantiasa melekat keasalahan-kesalahan, yang dikenal
dengan nama “sampling error” Presisi
diukur oleh simpangan baku (standard
error). Makin kecil perbedaan di antara simpangan baku yang diperoleh dari
sampel (S) dengan simpangan baku dari populasi (s), makin tinggi pula
tingkat presisinya. Walau tidak selamanya, tingkat presisi mungkin bisa meningkat dengan cara menambahkan jumlah
sampel, karena kesalahan mungkin bisa berkurang kalau jumlah sampelnya ditambah
( Kerlinger, 1973 ). Dengan contoh di atas tadi, mungkin saja perbedaan
rata-rata di antara populasi dengan sampel bisa lebih sedikit, jika sampel yang
ditariknya ditambah. Katakanlah dari 50 menjadi 75.
Di bawah ini digambarkan hubungan antara jumlah sampel dengan tingkat
kesalahan seperti yang diuarakan oleh Kerlinger
kesa-
lahan
kecil
Ukuran
sampel
Ukuran
sampel atau jumlah sampel yang diambil menjadi persoalan yang penting manakala
jenis penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian yang menggunakan
analisis kuantitatif. Pada penelitian yang menggunakan analisis kualitatif,
ukuran sampel bukan menjadi nomor satu, karena yang dipentingkan alah kekayaan
informasi. Walau jumlahnya sedikit tetapi jika kaya akan informasi, maka
sampelnya lebih bermanfaat.
Dikaitkan dengan besarnya sampel, selain tingkat kesalahan, ada lagi
beberapa faktor lain yang perlu memperoleh pertimbangan yaitu, (1) derajat
keseragaman, (2) rencana analisis, (3) biaya, waktu, dan tenaga yang tersedia .
(Singarimbun dan Effendy, 1989). Makin tidak seragam sifat atau karakter setiap
elemen populasi, makin banyak sampel yang harus diambil. Jika rencana analisisnya mendetail atau rinci
maka jumlah sampelnya pun harus banyak. Misalnya di samping ingin mengetahui
sikap konsumen terhadap kebijakan perusahaan, peneliti juga bermaksud
mengetahui hubungan antara sikap dengan tingkat pendidikan. Agar tujuan ini
dapat tercapai maka sampelnya harus terdiri atas berbagai jenjang pendidikan
SD, SLTP. SMU, dan seterusnya.. Makin sedikit waktu, biaya , dan tenaga yang
dimiliki peneliti, makin sedikit pula sampel yang bisa diperoleh. Perlu
dipahami bahwa apapun alasannya, penelitian haruslah dapat dikelola dengan baik
(manageable).
Misalnya, jumlah bank yang dijadikan populasi penelitian ada 400 buah.
Pertanyaannya adalah, berapa bank yang harus diambil menjadi sampel agar
hasilnya mewakili populasi?. 30?, 50? 100? 250?. Jawabnya tidak mudah. Ada yang
mengatakan, jika ukuran populasinya di atas 1000, sampel sekitar 10 % sudah
cukup, tetapi jika ukuran populasinya sekitar 100, sampelnya paling sedikit
30%, dan kalau ukuran populasinya 30, maka sampelnya harus 100%.
Ada pula yang menuliskan, untuk penelitian deskriptif, sampelnya 10%
dari populasi, penelitian korelasional, paling sedikit 30 elemen populasi,
penelitian perbandingan kausal, 30 elemen per kelompok, dan untuk penelitian
eksperimen 15 elemen per kelompok (Gay dan Diehl, 1992).
Roscoe (1975) dalam Uma Sekaran (1992)
memberikan pedoman penentuan jumlah sampel sebagai berikut :
1.
Sebaiknya
ukuran sampel di antara 30 s/d 500 elemen
2.
Jika
sampel dipecah lagi ke dalam subsampel (laki/perempuan, SD?SLTP/SMU, dsb),
jumlah minimum subsampel harus 30
3.
Pada
penelitian multivariate (termasuk analisis regresi multivariate) ukuran sampel
harus beberapa kali lebih besar (10 kali) dari jumlah variable yang akan
dianalisis.
4.
Untuk
penelitian eksperimen yang sederhana, dengan pengendalian yang ketat, ukuran
sampel bisa antara 10 s/d 20 elemen.
Krejcie dan
Morgan (1970) dalam Uma Sekaran (1992) membuat daftar yang bisa dipakai untuk
menentukan jumlah sampel sebagai berikut (Lihat Tabel)
Populasi (N)
|
Sampel (n)
|
Populasi (N)
|
Sampel (n)
|
Populasi (N)
|
Sampel (n)
|
10
|
10
|
220
|
140
|
1200
|
291
|
15
|
14
|
230
|
144
|
1300
|
297
|
20
|
19
|
240
|
148
|
1400
|
302
|
25
|
24
|
250
|
152
|
1500
|
306
|
30
|
28
|
260
|
155
|
1600
|
310
|
35
|
32
|
270
|
159
|
1700
|
313
|
40
|
36
|
280
|
162
|
1800
|
317
|
45
|
40
|
290
|
165
|
1900
|
320
|
50
|
44
|
300
|
169
|
2000
|
322
|
55
|
48
|
320
|
175
|
2200
|
327
|
60
|
52
|
340
|
181
|
2400
|
331
|
65
|
56
|
360
|
186
|
2600
|
335
|
70
|
59
|
380
|
191
|
2800
|
338
|
75
|
63
|
400
|
196
|
3000
|
341
|
80
|
66
|
420
|
201
|
3500
|
346
|
85
|
70
|
440
|
205
|
4000
|
351
|
90
|
73
|
460
|
210
|
4500
|
354
|
95
|
76
|
480
|
214
|
5000
|
357
|
100
|
80
|
500
|
217
|
6000
|
361
|
110
|
86
|
550
|
226
|
7000
|
364
|
120
|
92
|
600
|
234
|
8000
|
367
|
130
|
97
|
650
|
242
|
9000
|
368
|
140
|
103
|
700
|
248
|
10000
|
370
|
150
|
108
|
750
|
254
|
15000
|
375
|
160
|
113
|
800
|
260
|
20000
|
377
|
170
|
118
|
850
|
265
|
30000
|
379
|
180
|
123
|
900
|
269
|
40000
|
380
|
190
|
127
|
950
|
274
|
50000
|
381
|
200
|
132
|
1000
|
278
|
75000
|
382
|
210
|
136
|
1100
|
285
|
1000000
|
384
|
Sebagai informasi lainnya, Champion
(1981) mengatakan bahwa sebagian besar uji statistik selalu menyertakan
rekomendasi ukuran sampel. Dengan kata lain, uji-uji statistik yang ada akan
sangat efektif jika diterapkan pada sampel yang jumlahnya 30 s/d 60 atau dari
120 s/d 250. Bahkan jika sampelnya di atas 500, tidak direkomendasikan untuk
menerapkan uji statistik. (Penjelasan tentang ini dapat dibaca di Bab 7 dan 8
buku Basic Statistics for Social Research, Second Edition)
Teknik-teknik pengambilan sampel
Secara umum,
ada dua jenis teknik pengambilan sampel yaitu, sampel acak atau random sampling / probability sampling,
dan sampel tidak acak atau nonrandom
samping/nonprobability sampling. Yang dimaksud dengan random sampling adalah cara pengambilan sampel yang memberikan
kesempatan yang sama untuk diambil kepada setiap elemen populasi. Artinya jika
elemen populasinya ada 100 dan yang akan dijadikan sampel adalah 25, maka
setiap elemen tersebut mempunyai kemungkinan 25/100 untuk bisa dipilih menjadi
sampel. Sedangkan yang dimaksud dengan nonrandom
sampling atau nonprobability sampling,
setiap elemen populasi tidak mempunyai kemungkinan yang sama untuk dijadikan
sampel. Lima elemen populasi dipilih sebagai sampel karena letaknya dekat
dengan rumah peneliti, sedangkan yang lainnya, karena jauh, tidak dipilih;
artinya kemungkinannya 0 (nol).
Dua jenis teknik
pengambilan sampel di atas mempunyai tujuan yang berbeda. Jika peneliti ingin
hasil penelitiannya bisa dijadikan ukuran untuk mengestimasikan populasi, atau
istilahnya adalah melakukan generalisasi maka seharusnya sampel representatif
dan diambil secara acak. Namun jika peneliti tidak mempunyai kemauan melakukan
generalisasi hasil penelitian maka sampel bisa diambil secara tidak acak.
Sampel tidak acak biasanya juga diambil jika peneliti tidak mempunyai data
pasti tentang ukuran populasi dan informasi lengkap tentang setiap elemen
populasi. Contohnya, jika yang diteliti populasinya adalah konsumen teh botol,
kemungkinan besar peneliti tidak mengetahui dengan pasti berapa jumlah
konsumennya, dan juga karakteristik konsumen. Karena dia tidak mengetahui
ukuran pupulasi yang tepat, bisakah dia mengatakan bahwa 200 konsumen sebagai
sampel dikatakan “representatif”?. Kemudian, bisakah peneliti memilih sampel secara acak, jika tidak ada
informasi yang cukup lengkap tentang diri konsumen?. Dalam situasi yang
demikian, pengambilan sampel dengan cara acak tidak dimungkinkan, maka tidak
ada pilihan lain kecuali sampel diambil dengan cara tidak acak atau nonprobability sampling, namun dengan
konsekuensi hasil penelitiannya tersebut tidak bisa digeneralisasikan. Jika
ternyata dari 200 konsumen teh botol tadi merasa kurang puas, maka peneliti
tidak bisa mengatakan bahwa sebagian besar konsumen teh botol merasa kurang
puas terhadap the botol.
Di setiap jenis
teknik pemilihan tersebut, terdapat beberapa teknik yang lebih spesifik lagi.
Pada sampel acak (random sampling) dikenal dengan istilah simple random sampling,
stratified random sampling, cluster sampling, systematic sampling, dan area
sampling. Pada nonprobability sampling dikenal beberapa teknik, antara
lain adalah convenience sampling, purposive sampling, quota sampling, snowball
sampling
Probability/Random Sampling.
Syarat pertama yang harus dilakukan untuk mengambil sampel secara acak
adalah memperoleh atau membuat kerangka sampel atau dikenal dengan nama “sampling
frame”. Yang dimaksud dengan
kerangka sampling adalah daftar yang berisikan setiap elemen populasi
yang bisa diambil sebagai sampel. Elemen populasi bisa berupa data tentang
orang/binatang, tentang kejadian, tentang tempat, atau juga tentang benda. Jika
populasi penelitian adalah mahasiswa perguruan tinggi “A”, maka peneliti harus
bisa memiliki daftar semua mahasiswa yang terdaftar di perguruan tinggi “A “
tersebut selengkap mungkin. Nama, NRP, jenis kelamin, alamat, usia, dan
informasi lain yang berguna bagi penelitiannya.. Dari daftar ini, peneliti akan
bisa secara pasti mengetahui jumlah populasinya (N). Jika populasinya adalah
rumah tangga dalam sebuah kota, maka peneliti harus mempunyai daftar seluruh
rumah tangga kota tersebut. Jika
populasinya adalah wilayah Jawa Barat, maka penelti harus mepunyai peta wilayah
Jawa Barat secara lengkap. Kabupaten, Kecamatan, Desa, Kampung. Lalu setiap
tempat tersebut diberi kode (angka atau simbol) yang berbeda satu sama lainnya.
Di samping sampling frame, peneliti
juga harus mempunyai alat yang bisa dijadikan penentu sampel. Dari sekian
elemen populasi, elemen mana saja yang bisa dipilih menjadi sampel?. Alat yang
umumnya digunakan adalah Tabel Angka Random, kalkulator, atau undian. Pemilihan sampel secara acak bisa
dilakukan melalui sistem undian jika elemen populasinya tidak begitu banyak.
Tetapi jika sudah ratusan, cara undian bisa mengganggu konsep “acak” atau
“random” itu sendiri.
- Simple Random Sampling atau Sampel Acak Sederhana
Cara atau teknik ini dapat dilakukan jika analisis
penelitiannya cenderung deskriptif dan bersifat umum. Perbedaan karakter yang
mungkin ada pada setiap unsur atau elemen
populasi tidak merupakan hal yang penting bagi rencana analisisnya.
Misalnya, dalam populasi ada wanita dan pria, atau ada yang kaya dan yang
miskin, ada manajer dan bukan manajer, dan perbedaan-perbedaan lainnya. Selama perbedaan gender, status kemakmuran,
dan kedudukan dalam organisasi, serta perbedaan-perbedaan lain tersebut bukan
merupakan sesuatu hal yang penting dan mempunyai pengaruh yang signifikan
terhadap hasil penelitian, maka peneliti dapat mengambil sampel secara acak
sederhana. Dengan demikian setiap unsur populasi harus mempunyai kesempatan
sama untuk bisa dipilih menjadi sampel. Prosedurnya :
- Susun “sampling frame”
- Tetapkan jumlah sampel yang akan diambil
- Tentukan alat pemilihan sampel
- Pilih sampel sampai dengan jumlah terpenuhi
- Stratified Random Sampling atau Sampel Acak Distratifikasikan
Karena unsur populasi
berkarakteristik heterogen, dan heterogenitas tersebut mempunyai arti yang
signifikan pada pencapaian tujuan penelitian, maka peneliti dapat mengambil
sampel dengan cara ini. Misalnya, seorang peneliti ingin mengetahui sikap
manajer terhadap satu kebijakan perusahaan. Dia menduga bahwa manajer tingkat
atas cenderung positif sikapnya terhadap kebijakan perusahaan tadi. Agar dapat
menguji dugaannya tersebut maka sampelnya harus terdiri atas paling tidak para
manajer tingkat atas, menengah, dan bawah. Dengan teknik pemilihan sampel
secara random distratifikasikan, maka dia akan memperoleh manajer di ketiga
tingkatan tersebut, yaitu stratum manajer atas, manajer menengah dan manajer
bawah. Dari setiap stratum tersebut dipilih sampel secara acak. Prosedurnya :
- Siapkan “sampling frame”
- Bagi sampling frame tersebut berdasarkan strata yang dikehendaki
- Tentukan jumlah sampel dalam setiap stratum
- Pilih sampel dari setiap stratum secara acak.
Pada saat menentukan jumlah sampel dalam setiap stratum,
peneliti dapat menentukan secara (a) proposional, (b) tidak proposional. Yang
dimaksud dengan proposional adalah jumlah sampel dalam setiap stratum sebanding
dengan jumlah unsur populasi dalam stratum tersebut. Misalnya, untuk stratum
manajer tingkat atas (I) terdapat 15 manajer, tingkat menengah ada 45 manajer
(II), dan manajer tingkat bawah (III) ada 100 manajer. Artinya jumlah seluruh
manajer adalah 160. Kalau jumlah sampel yang akan diambil seluruhnya 100
manajer, maka untuk stratum I diambil
(15:160)x100 = 9 manajer, stratum II = 28 manajer, dan stratum 3 = 63 manajer.
Jumlah dalam setiap stratum tidak proposional. Hal ini
terjadi jika jumlah unsur atau elemen di salah satu atau beberapa stratum
sangat sedikit. Misalnya saja, kalau dalam stratum manajer kelas atas (I) hanya
ada 4 manajer, maka peneliti bisa mengambil semua manajer dalam stratum
tersebut , dan untuk manajer tingkat menengah (II) ditambah 5, sedangkan
manajer tingat bawah (III), tetap 63 orang.
- Cluster Sampling atau Sampel Gugus
Teknik ini biasa juga diterjemahkan
dengan cara pengambilan sampel berdasarkan gugus. Berbeda dengan teknik
pengambilan sampel acak yang distratifikasikan, di mana setiap unsur dalam satu
stratum memiliki karakteristik yang homogen (stratum A : laki-laki semua,
stratum B : perempuan semua), maka dalam sampel gugus, setiap gugus boleh
mengandung unsur yang karakteristiknya berbeda-beda atau heterogen. Misalnya,
dalam satu organisasi terdapat 100 departemen. Dalam setiap departemen terdapat
banyak pegawai dengan karakteristik berbeda pula. Beda jenis kelaminnya, beda
tingkat pendidikannya, beda tingkat pendapatnya, beda tingat manajerialnnya,
dan perbedaan-perbedaan lainnya. Jika peneliti bermaksud mengetahui tingkat
penerimaan para pegawai terhadap suatu strategi yang segera diterapkan
perusahaan, maka peneliti dapat menggunakan cluster sampling untuk mencegah
terpilihnya sampel hanya dari satu atau dua departemen saja. Prosedur :
1.
Susun
sampling frame berdasarkan gugus – Dalam kasus di atas, elemennya ada 100
departemen.
2.
Tentukan
berapa gugus yang akan diambil sebagai sampel
3.
Pilih
gugus sebagai sampel dengan cara acak
4.
Teliti
setiap pegawai yang ada dalam gugus sample
4.
Systematic Sampling atau Sampel
Sistematis
Jika peneliti dihadapkan pada
ukuran populasi yang banyak dan tidak memiliki alat pengambil data secara
random, cara pengambilan sampel sistematis dapat digunakan. Cara ini menuntut
kepada peneliti untuk memilih unsur populasi secara sistematis, yaitu unsur
populasi yang bisa dijadikan sampel adalah yang “keberapa”. Misalnya, setiap unsur populasi yang keenam,
yang bisa dijadikan sampel. Soal “keberapa”-nya satu unsur populasi bisa
dijadikan sampel tergantung pada ukuran
populasi dan ukuran sampel. Misalnya, dalam satu populasi terdapat 5000 rumah.
Sampel yang akan diambil adalah 250 rumah dengan demikian interval di antara
sampel kesatu, kedua, dan seterusnya adalah 25. Prosedurnya :
5.
Susun
sampling frame
6.
Tetapkan
jumlah sampel yang ingin diambil
7.
Tentukan K
(kelas interval)
8.
Tentukan
angka atau nomor awal di antara kelas interval tersebut secara acak atau random
– biasanya melalui cara undian saja.
9.
Mulailah
mengambil sampel dimulai dari angka atau nomor awal yang terpilih.
10.
Pilihlah
sebagai sampel angka atau nomor interval berikutnya
4. Area
Sampling atau Sampel Wilayah
Teknik ini dipakai ketika peneliti
dihadapkan pada situasi bahwa populasi penelitiannya tersebar di berbagai
wilayah. Misalnya, seorang marketing manajer sebuah stasiun TV ingin mengetahui
tingkat penerimaan masyarakat Jawa Barat atas sebuah mata tayangan, teknik
pengambilan sampel dengan area sampling sangat tepat. Prosedurnya :
1.
Susun sampling frame yang menggambarkan peta
wilayah (Jawa Barat) – Kabupaten, Kotamadya, Kecamatan, Desa.
2.
Tentukan
wilayah yang akan dijadikan sampel (Kabupaten ?, Kotamadya?, Kecamatan?, Desa?)
3.
Tentukan berapa
wilayah yang akan dijadikan sampel penelitiannya.
4.
Pilih
beberapa wilayah untuk dijadikan sampel dengan cara acak atau random.
5.
Kalau
ternyata masih terlampau banyak responden yang harus diambil datanya, bagi lagi
wilayah yang terpilih ke dalam sub wilayah.
Nonprobability/Nonrandom Sampling atau Sampel Tidak Acak
Seperti telah diuraikan sebelumnya,
jenis sampel ini tidak dipilih secara acak. Tidak semua unsur atau elemen
populasi mempunyai kesempatan sama untuk bisa dipilih menjadi sampel. Unsur
populasi yang terpilih menjadi sampel bisa disebabkan karena kebetulan atau
karena faktor lain yang sebelumnya sudah direncanakan oleh peneliti.
1.
Convenience Sampling atau sampel yang dipilih dengan
pertimbangan kemudahan.
Dalam
memilih sampel, peneliti tidak mempunyai pertimbangan lain kecuali berdasarkan
kemudahan saja. Seseorang diambil sebagai sampel karena kebetulan orang tadi
ada di situ atau kebetulan dia mengenal orang tersebut. Oleh karena itu ada
beberapa penulis menggunakan istilah accidental sampling – tidak
disengaja – atau juga captive sample (man-on-the-street) Jenis sampel ini sangat
baik jika dimanfaatkan untuk penelitian penjajagan, yang kemudian diikuti oleh
penelitian lanjutan yang sampelnya diambil secara acak (random). Beberapa kasus penelitian yang menggunakan jenis sampel
ini, hasilnya ternyata kurang obyektif.
2.
Purposive Sampling
Sesuai
dengan namanya, sampel diambil dengan maksud atau tujuan tertentu. Seseorang
atau sesuatu diambil sebagai sampel karena peneliti menganggap bahwa seseorang
atau sesuatu tersebut memiliki informasi yang diperlukan bagi penelitiannya.
Dua jenis sampel ini dikenal dengan nama judgement dan quota sampling.
Judgment Sampling
Sampel
dipilih berdasarkan penilaian peneliti bahwa dia adalah pihak yang paling baik
untuk dijadikan sampel penelitiannya.. Misalnya untuk memperoleh data tentang
bagaimana satu proses produksi direncanakan oleh suatu perusahaan, maka manajer
produksi merupakan orang yang terbaik untuk bisa memberikan informasi. Jadi, judment sampling umumnya memilih sesuatu
atau seseorang menjadi sampel karena mereka mempunyai “information rich”.
Dalam
program pengembangan produk (product
development), biasanya yang dijadikan sampel adalah karyawannya sendiri,
dengan pertimbangan bahwa kalau karyawan sendiri tidak puas terhadap produk
baru yang akan dipasarkan, maka jangan terlalu berharap pasar akan menerima
produk itu dengan baik. (Cooper dan Emory, 1992).
Quota Sampling
Teknik
sampel ini adalah bentuk dari sampel distratifikasikan secara proposional,
namun tidak dipilih secara acak melainkan secara kebetulan saja.
Misalnya,
di sebuah kantor terdapat pegawai laki-laki 60%
dan perempuan 40% . Jika seorang peneliti ingin mewawancari 30 orang
pegawai dari kedua jenis kelamin tadi maka dia harus mengambil sampel pegawai
laki-laki sebanyak 18 orang sedangkan pegawai perempuan 12 orang. Sekali lagi,
teknik pengambilan ketiga puluh sampel tadi tidak dilakukan secara acak,
melainkan secara kebetulan saja.
3. Snowball
Sampling – Sampel Bola Salju
Cara ini
banyak dipakai ketika peneliti tidak banyak tahu tentang populasi
penelitiannya. Dia hanya tahu satu atau dua orang yang berdasarkan penilaiannya
bisa dijadikan sampel. Karena peneliti menginginkan lebih banyak lagi, lalu dia
minta kepada sampel pertama untuk menunjukan orang lain yang kira-kira bisa
dijadikan sampel. Misalnya, seorang peneliti ingin mengetahui pandangan kaum
lesbian terhadap lembaga perkawinan. Peneliti cukup mencari satu orang wanita
lesbian dan kemudian melakukan wawancara. Setelah selesai, peneliti tadi minta
kepada wanita lesbian tersebut untuk bisa mewawancarai teman lesbian lainnya.
Setelah jumlah wanita lesbian yang berhasil diwawancarainya dirasa cukup,
peneliti bisa mengentikan pencarian wanita lesbian lainnya. . Hal ini bisa juga
dilakukan pada pencandu narkotik, para gay, atau kelompok-kelompok sosial lain
yang eksklusif (tertutup)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar